PCOS. Polycystic What??
Saat calon suami dan saya bertemu dengan pastor sebelum menikah, ada satu pertanyaan standar dari beliau yang harus dijawab semua pasangan yang akan menikah: "Bagaimana jika tidak dikaruniai anak?"
Saat itu akhir tahun 2010, dan saya tidak siap menjawab pertanyaan itu. Setelah itu calon suami juga berkata, "Ngga pernah terpikir ya ngga punya anak? Masa sih kita ngga dapet anak?"
Kami menikah di awal tahun 2011 dan tidak ngebet cepat punya anak. Santai gitu, ingin menikmati masa pacaran berdua dahulu. Jadi kami on dan off dalam menggunakan "pengaman." Tetapi setelah dua tahun tidak tekdung (baca: mengandung) juga, saya mulai curiga. Jangan-jangan saya atau suami tidak subur.
Di akhir 2012, kami merasa sudah siap punya anak dan memutuskan ke dokter untuk memeriksakan kesuburan. Kami ke dr. Frans O. H. Prasetyadi, Obstetrician & Gynecologist (Subspecialist in Maternal Fetal Medicine) yang praktek di Jl. Diponegoro, Surabaya (sekarang sudah pindah tempat prakteknya).
Beliau melakukan USG transvaginal (itu tuh, liat-liat keadaan di dalam rahim, juga indung telur kanan dan kiri melalui alat yang dimasukkan lewat vagina -- jangan takut, ladies, ngga sakit kok) dan memberi tahu bahwa sementara saya diduga menderita PCOS (Polycystic Ovarium Syndrome). Ciri paling awal terlihat dari hasil USG ini:
Selanjutnya, saya diminta tes hormon di lab, dan suami diminta tes sperma di lab. Setelah itu, kami kembali ke dr. Frans dan beliau memastikan saya terkena PCOS karena diagnosa saya terkena PCOS ditegakkan oleh beberapa hal berikut:
Mengenal PCOS
Jadi apa sih PCOS itu? Menurut Mayo Clinic, Polycystic ovary syndrome (PCOS) adalah gangguan hormonal yang cukup umum dialami wanita usia reproduksi. Nama PCOS diambil dari penampakan dalam indung telur yang seperti memiliki banyak kista kecil (polycystic) -- jangan takut, ini bukan benar-benar kista.
Penyebab sindrom ini belum diketahui secara pasti. Diagnosa awal dan penanganan awal bukan hanya berguna untuk wanita PCOS yang ingin memiliki anak, tapi juga mengurangi resiko komplikasi jangka panjang seperti diabetes tipe 2 dan penyakit jantung.
Pengobatan PCOS
Saat itu dr. Frans memberikan saya 2 macam obat yaitu:
1. Metformin (obatnya orang diabetes) untuk menurunkan resistensi insulin. Ternyata hormon insulin itu berperan dalam fungsi ovulasi yang baik, dan wanita PCOS biasanya resisten terhadap insulin.
2. Pil KB selama 3 bulan untuk menormalkan hormon laki-laki saya yang ngelunjak.
Harapan bagi Penderita PCOS
dr. Frans menyampaikan bahwa penderita PCOS bukan tidak bisa mengandung. Ada orang-orang yang tidak diobati tetapi berhasil ovulasi sendiri dan bisa mengandung. Tetapi ada pula yang sudah diobati selama bertahun-tahun tetapi tidak berhasil juga. Beberapa hal yang harus kita usahakan untuk mengatasi PCOS:
Saya: Gimana kalo aku memang ngga bisa hamil?
Suami: Bisa, bisa.
Saya: Loh, ini kan pengandaian. Gimana kalo ngga bisa?
Suami: Ya, ngga apa-apa. Kita pacaran terus.
XD
Saat itu akhir tahun 2010, dan saya tidak siap menjawab pertanyaan itu. Setelah itu calon suami juga berkata, "Ngga pernah terpikir ya ngga punya anak? Masa sih kita ngga dapet anak?"
Kami menikah di awal tahun 2011 dan tidak ngebet cepat punya anak. Santai gitu, ingin menikmati masa pacaran berdua dahulu. Jadi kami on dan off dalam menggunakan "pengaman." Tetapi setelah dua tahun tidak tekdung (baca: mengandung) juga, saya mulai curiga. Jangan-jangan saya atau suami tidak subur.
Di akhir 2012, kami merasa sudah siap punya anak dan memutuskan ke dokter untuk memeriksakan kesuburan. Kami ke dr. Frans O. H. Prasetyadi, Obstetrician & Gynecologist (Subspecialist in Maternal Fetal Medicine) yang praktek di Jl. Diponegoro, Surabaya (sekarang sudah pindah tempat prakteknya).
Beliau melakukan USG transvaginal (itu tuh, liat-liat keadaan di dalam rahim, juga indung telur kanan dan kiri melalui alat yang dimasukkan lewat vagina -- jangan takut, ladies, ngga sakit kok) dan memberi tahu bahwa sementara saya diduga menderita PCOS (Polycystic Ovarium Syndrome). Ciri paling awal terlihat dari hasil USG ini:
Selanjutnya, saya diminta tes hormon di lab, dan suami diminta tes sperma di lab. Setelah itu, kami kembali ke dr. Frans dan beliau memastikan saya terkena PCOS karena diagnosa saya terkena PCOS ditegakkan oleh beberapa hal berikut:
- Hasil USG yang memperlihatkan gejala PCOS - sel telur saya tampaknya tidak pernah berkembang dan matang! Pantas tidak bisa dibuahi.
- Hormon laki-laki yang hyper - Dari hasil tes hormon testosteron saya 0,593 ng/mL (normalnya 0,084-0,481 ng/mL)
- Gejala-gejala PCOS lain: tumbuh pola bulu seperti pria (yes, saya termasuk golongan wanita iis dahlia), siklus menstruasi yang terlalu panjang (siklus saya sekitar 40 hari), jerawat dewasa.
Mengenal PCOS
Jadi apa sih PCOS itu? Menurut Mayo Clinic, Polycystic ovary syndrome (PCOS) adalah gangguan hormonal yang cukup umum dialami wanita usia reproduksi. Nama PCOS diambil dari penampakan dalam indung telur yang seperti memiliki banyak kista kecil (polycystic) -- jangan takut, ini bukan benar-benar kista.
Penyebab sindrom ini belum diketahui secara pasti. Diagnosa awal dan penanganan awal bukan hanya berguna untuk wanita PCOS yang ingin memiliki anak, tapi juga mengurangi resiko komplikasi jangka panjang seperti diabetes tipe 2 dan penyakit jantung.
Pengobatan PCOS
Saat itu dr. Frans memberikan saya 2 macam obat yaitu:
1. Metformin (obatnya orang diabetes) untuk menurunkan resistensi insulin. Ternyata hormon insulin itu berperan dalam fungsi ovulasi yang baik, dan wanita PCOS biasanya resisten terhadap insulin.
2. Pil KB selama 3 bulan untuk menormalkan hormon laki-laki saya yang ngelunjak.
Harapan bagi Penderita PCOS
dr. Frans menyampaikan bahwa penderita PCOS bukan tidak bisa mengandung. Ada orang-orang yang tidak diobati tetapi berhasil ovulasi sendiri dan bisa mengandung. Tetapi ada pula yang sudah diobati selama bertahun-tahun tetapi tidak berhasil juga. Beberapa hal yang harus kita usahakan untuk mengatasi PCOS:
- Rajin minum obat sesuai anjuran dokter
- Lifestyle sangat penting, terutama dalam hal makanan dan berolahraga. Lain kali saya akan share mengenai hal ini.
Saya: Gimana kalo aku memang ngga bisa hamil?
Suami: Bisa, bisa.
Saya: Loh, ini kan pengandaian. Gimana kalo ngga bisa?
Suami: Ya, ngga apa-apa. Kita pacaran terus.
XD
Comments
Post a Comment