Sangat Ingin Hamil? Tidak Juga
Apakah saya sangat ingin hamil? Tidak juga.
Saya merasa diberi anak atau tidak adalah hak Yang di Atas. Dan saya tidak merasa kurang sebagai wanita hanya karena tidak punya anak. Saya merasa cukup bahagia, dan sudah cukup sibuk, dengan hidup childless saya.
Jika ada orang-orang yang bertanya apakah saya menunda? Mengapa saya tidak punya anak? Saya juga bisa menjawab dengan tenang tanpa ada sakit hati atau perasaan insecure.
Tetapi apakah saya mencegah kehamilan karena tidak begitu ingin hamil? Tidak juga. I keep my womb open XD. Jika saatnya diberi kepercayaan mengasuh anak, saya tahu itu keputusan-Nya yang terbaik.
Namun kenyamanan saya justru runtuh di saat saya melihat teman-teman saya hamil ataupun melahirkan. Ada sesuatu yang surgawi saat mereka membicarakan kebahagiaan mereka (dan juga kerepotan mereka mengurus si baby), saat mereka memasang foto-foto bersama si newborn yang keriput dan menangis.
Dan kenyamanan saya goyah. Ada suatu saat di mana tiba-tiba ada perasaan yang sangat overwhelming di dada, yang memaksa saya menangis (padahal lagi nyetir, bahaya!) dan berdoa pada Tuhan: "Aku kangen anakku, aku pengen ketemu anakku. How long are You gonna keep us apart?"
Saya juga tahu kenyamanan saya goyah saat saya iri, dan bahkan benci, mendengar kabar teman yang hamil atau melahirkan. Pengakuan: bahkan saya sempat benci dengan seorang teman baik saat mengetahui dia hamil. If you read this, I'm so so so sorry.
Dan juga saya sempat emosi-emosi sendiri dengan orang-orang yang komplain karena mengalami masalah saat kehamilan. SAYA AJA GA BISA HAMIL!
Apakah ini peer pressure? Mungkin. Saya tidak tahu. Atau mungkin ini gara-gara hormon saya? Mungkin juga. Untungnya, saat-saat insecure itu jarang datang. Saya tetap bisa senang dan bahagia dengan kehidupan childless saya.
Oh well, jika merenungkan saat-saat emotional turmoil itu, ternyata saya pernah sangat menginginkan anak juga ya. Ternyata saya punya naluri keibuan ^__^
Saya merasa diberi anak atau tidak adalah hak Yang di Atas. Dan saya tidak merasa kurang sebagai wanita hanya karena tidak punya anak. Saya merasa cukup bahagia, dan sudah cukup sibuk, dengan hidup childless saya.
Jika ada orang-orang yang bertanya apakah saya menunda? Mengapa saya tidak punya anak? Saya juga bisa menjawab dengan tenang tanpa ada sakit hati atau perasaan insecure.
Tetapi apakah saya mencegah kehamilan karena tidak begitu ingin hamil? Tidak juga. I keep my womb open XD. Jika saatnya diberi kepercayaan mengasuh anak, saya tahu itu keputusan-Nya yang terbaik.
Namun kenyamanan saya justru runtuh di saat saya melihat teman-teman saya hamil ataupun melahirkan. Ada sesuatu yang surgawi saat mereka membicarakan kebahagiaan mereka (dan juga kerepotan mereka mengurus si baby), saat mereka memasang foto-foto bersama si newborn yang keriput dan menangis.
Dan kenyamanan saya goyah. Ada suatu saat di mana tiba-tiba ada perasaan yang sangat overwhelming di dada, yang memaksa saya menangis (padahal lagi nyetir, bahaya!) dan berdoa pada Tuhan: "Aku kangen anakku, aku pengen ketemu anakku. How long are You gonna keep us apart?"
Saya juga tahu kenyamanan saya goyah saat saya iri, dan bahkan benci, mendengar kabar teman yang hamil atau melahirkan. Pengakuan: bahkan saya sempat benci dengan seorang teman baik saat mengetahui dia hamil. If you read this, I'm so so so sorry.
Dan juga saya sempat emosi-emosi sendiri dengan orang-orang yang komplain karena mengalami masalah saat kehamilan. SAYA AJA GA BISA HAMIL!
Maafkan. |
Oh well, jika merenungkan saat-saat emotional turmoil itu, ternyata saya pernah sangat menginginkan anak juga ya. Ternyata saya punya naluri keibuan ^__^
Comments
Post a Comment